Radio PPMI Mesir

By Millenia Dian-09/03/2025

Kru jurnalis Radio PPMI Mesir bersama Ustadz Muhammad Husein Gaza (Dok. RPPMIM)

Wawancara ekslusif bersama Al-Ustadz Muhammad Husein Gaza, Aktivis kemanusiaan untuk Palestina dan founder INH.

Lebih dari satu abad konflik Israel dan Palestina terus bersitegang, dengan getol penjajah terus mencaplok wilayah Palestina. Di sisi lain “Hamas” sebagai garda terdepan perjuangan berhasil menyulut sumbu perlawanan terhadap Israel hingga berujung pada kesepakatan gencatan senjata tahap pertama pada 19 Januari – 1 Maret 2025, kini negosiasasi tahap kedua sedang bergulir di Mesir. Adapun hasil perundingan yang dicapai diantaranya penarikan operasi militer, pertukaran tawanan dan pelonjakan akses bantuan ke Gaza. Meski begitu, Israel dengan luwesnya berjalan kontradiktif dari titik kesepakatan. Hal itu menggugah skeptis public atas validitas rekonsiliasi, apakah solusi itu benar adanya atau gimik semata.

 Oleh karena itu, kru jurnalis Radio PPMI Mesir mewawancarai Ustadz Muhammad Husein Gaza Lc, Aktivis kemanusiaan untuk Palestina dan founder INH, untuk meminta tanggapan terkait beberapa isu seputar Palestina.

 

Kru Jurnalis Radio PPMI (KJ) : Apakah substansi dari tercapainya gencatan senjata?

 Husein Gaza (HG): Ini merupakan pesan bahwa warga Gaza adalah warga yang konsisten dengan pendiriannya, terbukti dari keteguhan mereka menghadapi serangan Israel selama 15 bulan dan berujung pada kesepakatan gencatan senjata sekaligus pertukaran tawanan. Terlebih nasib Israel yang menelan kerugian besar dan terpaksa diseret oleh para pejuang Gaza untuk berunding, suatu kemajuan yang besar sekali. Pesan berikut ditujukan kepada banyak lawan bicara. Pertama, kepada musuh (Israel) bahwa mereka ini tidak bisa berbuat seenak-enaknya. Kedua, untuk para sekutu musuh di seluruh dunia, bahwa mensupport Israel hanyalah ilusi; tidak akan berdiri sebuah negara bernama Israel dengan konsep one state solution, karena ambisi untuk mengusir dan menghilangkan etnis Palestina tidak akan tercapai. Ketiga, pesan untuk sesama muslim bahwa Gaza yang kecil saja bisa bertahan selama ini dibawah gempuran dahsyat, maka tidak ada yang perlu ditakuti, karena muslim itu banyak, besar dan terpilih “kuntum khoiro ummatin ukhrijat linnasi”.

Maka gencatan senjata ini bukan berarti Gaza merdeka dalam artian leterlek, meskipun disisi lain Gaza dianggap merdeka secara filosofis, karena ketika dunia bungkam melihat kejahatan Yahudi Israel dan ketika dunia dijajah oleh westernisasi, Gaza berhasil memutus rantai penjajahan ini. Jadi kesepakatan gencatan senjata ini satu Langkah yang besar bagi Gaza karena mereka sudah menunjukkan dirinya, dan sekarang mereka lebih diperhatikan oleh semua pihak.

 

KJ: Apakah ada solusi pragmatis untuk Palestina jika “2 State Solutions” dinilai gagal?

 HG: The two state solutions merupakan solusi yang dikeluarkan oleh PBB; lembaga yang didirikan dibawah ketiak Amerika untuk dijadikan senjata dalam mencapai kepentingan mereka, dengan kata lain perumusan solusi 2 negara adalah solusi dari Amerika. Faktanya itu hanyalah bahasa politik Amerika untuk mengulur waktu, sebab Amerika tahu betul ambisi Israel tidak hanya menguasai Palestina tapi juga wilayah lainnya seperti Mesir, Yordania dan Suriah menjadi Israel Raya. Selaras dengan ide Theodor Herzl (pendiri Zionis) yang mencetuskan The Judent State; negara Yahudi negara Israel, intinya Amerika dan Israel hanya mengarah ke one state solution. Naasnya dunia sedang dijajah oleh Amerika dan dibuat latah untuk ikut mengamini konsep two state solution.

Solusi logisnya adalah dengan meruntuhkan Israel dengan mengembalikan semua pendatang ke tanah asal mereka, pasalnya penjajahan itu selalu berakhir dengan hengkangnya kekuatan yang menjajah. Jadi solusi pragmatis tidak ada yang instant melainkan solusi jangka panjang yaitu keruntuhan hegemoni zionis, bersamaan dengan runtuhnya hegemoni barat beserta sistem yang mereka bangun, lalu akan bangkit sistem Islam sistem khilafah sebagaimana termaktub pada hadits-hadits yang akan menjadi lokomotor kebangkitan itu muncul.

 

KJ: Jika musuh Palestina bukanlah Israel secara umum melainkan koalisi para oknum ekstrimis sayap kanan, apakah mungkin Palestina merdeka tanpa harus menghapus Israel?

HG: Suatu fatamorgana jika kita dipaksa untuk meyakini bahwa hal ini sesuatu yang logis, karena tujuan awal Israel bukan untuk 2 state solution tapi 1 state solution yang ujungnya akan menuju pada “novus ordo seclorum” new order of the ages dan one state government (satu pemerintahan oleh satu negara), nantinya negara-negara tidak akan berfungsi lagi sebagai suatu negara tapi berpindah dibawah pemerintahan Dajjal, itulah yang sedang mereka usahakan. Jadi ide yang mengatakan palestina bisa merdeka berdampingan dengan Israel yang sudah terlanjur ada selama 77 tahun bagian dari propaganda.

 

KJ: Bagaimana pendapat anda terhadap statement “to win the piece not to win the war”?

 HG: Tidak akan ada perdamaian tanpa peperangan, hanya mereka yang berpikir naif yang akan mengamini statement berikut. Mari kembali pada definisi damai itu sendiri, kalau cukup diartikan dengan hidup dibawah todongan senjata, makan dan minum layaknya seekor hewan dan majikan, maka itu hanyalah damai semu. Maka dari statement ini timbul pertanyaan sejauh mana kedamaian itu akan membawa Gaza?

 

KJ: Bagaimana menyikapi interaksi antara mahasiswa Indonesia dan Palestina yang terkadang kurang baik agar tidak mendemotivasi semangat menyuarakan Palestina?

HG: Memang terkadang perbedaan hadhoroh menjadi sumber masalah, terlebih kepribadian orang Palestina yang keras kepala, akan tetapi pemahaman agama adalah obatnya, karena puncak dari pemahaman agama itu adalah akhlak. Adapun pengalaman ditipu diejek dll tidak lantas mengalihkan pandangan saya dari Gaza, karena sebagai seorang muslim ruh dan kewajiban membebaskan masjid kami masjidil aqsa tetaplah yang paling utama. Jadi, kalau sudah memahami apa tujuan dan alasan kita, maka tak akan mudah terdemotivasi. Justru terlatih untuk memaklumi manusia dengan kemanusiawiannya, fokus pada sisi kebaikannya karena bisa jadi pergesekan pandang itu efek samping dari tekanan psikis yang sudah terlalu lama dijajah dan dikurung.

 

Reporter: Millenia Dian

Editor: Yahya Ayyas

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X