“Ladang gas alam Leviathan milik Israel telah menandatangani kesepakatan ekspor gas senilai $35 miliar kepada Mesir. Ini merupakan kesepakatan ekspor terbesar dalam sejarah negara tersebut” kata salah satu mitra di ladang itu (7/8).
Berdasarkan kesepakatan yang diumumkan pada Kamis, Leviathan -yang terletak di lepas pantai Mediterania Israel memiliki cadangan gas sekitar 600 miliar meter kubik- akan menjual sekitar 130 miliar meter kubik ke Mesir hingga 2040 atau sampai seluruh jumlah kontrak terpenuhi. Dengan tahapan pertama, yaitu dimulai pada awal 2026 dengan memasok 20 miliar meter kubik setelah tersambungnya pipa tambahan. Lalu 110 miliar meter sisanya akan diekspor pada tahap kedua setelah proyek ekspansi Leviathan selesai dan dibangunnya pipa baru dari Israel ke Mesir melalui Nitzana di Israel.
Gas ini dialirkan melalui pipa, sehingga lebih murah dibanding Liquefied Natural Gas atau Gas Alam Cair yang biayanya membengkak karena harus didinginkan hingga menjadi cair agar bisa diangkut dengan kapal, lalu diregasifikasi saat tiba di tujuan. “Ini jauh, jauh, jauh lebih baik dari pada alternatif LNG manapun dan akan menghemat miliaran dolar bagi ekonomi Mesir” kata CEO NewMed, Yossi Abu dalam wawancaranya.
Pada awalnya, Mesir mengekspor gas ke Israel pada tahun 2008 melalui pipa Al-Arish Ashkelon sebanyak 1,7 sampai 2,1 miliar meter kubik per tahun. Lalu diberhentikan pada tahun 2012 akibat serangan kelompok militan di Semenanjung Sinai yang menyebabkan pipa-pipa rusak. Pada tahun 2015, Ente Nazionale Idrocarburi atau Badan Nasional Hidrokarbon menemukan ladang gas Zohr di perairan Mesir, dari sana Mesir optimis menjadi pusat sektor energi regional. Produksi Mesir naik pesat, akan tetapi konsumsi domestik melonjak.
Meskipun Mesir memiliki gurun yang luas, cadangan hidrokarbonnya tidak merata dan terkonsentrasi di area-area tertentu saja. Pada akhirnya di tahun 2018, perusahaan swasta Mesir membeli gas senilai $15 miliar dari Israel, mencakup 64 miliar meter kubik selama 10 tahun, dibagi dari Leviathan dan Tamar. Pengimporan ini dimulai Januari 2020, dengan jumlah mulai dari 2,1 miliar meter kubik per tahun dan meningkat bertahap sesuai permintaan. Pada tahun 2025, nilai harga kesepakatan Mesir-Israel langsung besar karena durasi kontrak yang panjang, volume gas yang besar, dan tentunya harga yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Tentunya kesepakatan ini memiliki dampak positif, akan tetapi, tidak menutup kemungkinan akan adanya potensi resiko, yaitu resiko pasokan terganggu jika ada konflik (misalnya pada saat perang Israel-Iran Juni 2025), kritik publik dan oposisi terkait hubungan dengan Israel, tekanan politik dalam negeri terkait isu Palestina, dan kerentanan terhadap gejolak geopolitik regional.
Namun dilansir dari berita Aljazeera Mesir, Mostafa Madbouly, Perdana Menteri Mesir, menegaskan bahwa kesepakatan tersebut tidak memengaruhi keputusan politik Mesir. Madbouly mengatakan bahwa tujuan Mesir adalah menjadi pusat energi regional.